PENDISTRIBUSIAN DAN REPATRIASI KOLEKSI MUSEUM NUSANTARA

Kamis, 7 Juni 2018, ada diskusi di Museum Etnologi Leiden berjudul "De Ontzameling van Museum Nusantara, Een Uitzonderlijk Proces" (Pembagian Koleksi Museum Nusantara, Sebuah Proses yang Luar Biasa). Sebuah diskusi setengah hari yang merefleksikan secara jujur dan obyektif hubungan antara Belanda dengan Indonesia khususnya, serta posisi etnologi di dunia internasional. 

Ceritanya bermula dari penutupan Museum Nusantara di Delft pada bulan Januari 2013 karena dianggap kurang peminat. Koleksi museum sejumlah 18 ribu buah harus menemukan tempat yang baru sesuai kaidah hukum dan peraturan yang berlaku di Belanda dan standar internasional yang mengatur hal itu. Setelah melalui proses yang berliku selama 5 tahun akhirnya ada 17 museums baik lokal, nasional maupun internasional yang menampung koleksi Museum Nusantara. 

Dari 18 ribu koleksi, sekitar 16 ribu diantaranya berasal dari Indonesia, oleh sebab itu disebut juga repatriasi yaitu pengembalian koleksi ke negara asalnya. 

Untuk mempersingkat cerita sebuah proses yang luar biasa, panjang dan berliku itu, akhirnya "hanya" 1500 koleksi yang kembali ke Indonesia. Menurut Prof. Dr. Bambang Hari Wibisono, mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedubes Indonesia di Den Haag, koleksi tersebut selain akan disalurkan ke Museum Nasional juga akan disalurkan ke berbagai museum propinsi.

Mendengarkan berbagai pengalaman dalam proses penutupan Museum Nusantara, pendistribusian koleksi dan repatriasi realitanya ternyata sangat kompleks dan terdengar melelahkan. Begitu banyak pihak yang terlibat, semua mencurahkan jam kerja yang tidak terhitung banyaknya, mencoba menempuh prosedur resmi sesempurna mungkin, mendokumentasikan seluruh proses itu dan setelah 5 tahun sumberdaya habis sudah, keputusan harus diambil, betapapun jauhnya dari angan-angan ideal di awal proses. Pada awalnya diperkirakan 12 ribu dari 18 ribu koleksi akan kembali ke Indonesia, realitanya hanya 1500 buah. Menurut Indonesia, banyak koleksi yang tidak perlu dikembalikan karena merupakan barang-barang yang umum. 

Yang menarik adalah analisa ahli repatriasi koleksi museum, Dr. Jos van Beurden. Pada tahun 1970-an Indonesia pernah mengajukan permintaan pengembalian ribuan koleksi museum dan hanya ratusan yang dikembalikan oleh Belanda. Sekarang, menurut beliau, Belanda yang ingin mengembalikan ribuan koleksi namun hanya sebagian kecil yang diterima oleh Indonesia. Fenomena yang menggambarkan perubahan konstelasi kesejarahan kedua negara dengan segala dinamikanya. 

Selain itu repatriasi koleksi museum secara massal juga hal yang baru bagi Belanda. Tahun 2005 ketika ada sebuah museum di Belanda yang ditutup dan memiliki banyak koleksi asal Indonesia, tidak ada diskusi tentang repatriasi ke Indonesia karena keterbatasan sumberdaya dan jejaring. Baru kali inilah dengan kasus penutupan Museum Nusantara ada gagasan dan implementasi repatriasi koleksi museum ke negara asalnya. 

Kesimpulan lain yang penting adalah kesalahpahaman bahwa koleksi di Museum Nusantara adalah bagian dari sejarah hitam penjajahan ketika banyak orang Belanda membawa koleksi ke negara mereka secara tidak sah, tidak patut dan tidak semestinya. Ada beberapa koleksi yang memang demikian namun sebagian besar adalah koleksi yang diperoleh secara sah, patut dan semestinya (melalui jual beli, tukar menukar, hadiah dan sebagainya). 

Oleh sebab itu diselenggarakan diskusi di Leiden ini, sebagai pembelajaran bagi dunia museum khususnya di Belanda tentang pendistribusian dan repatriasi koleksi. Semua pelajaran berharga itu akan dibukukan bersama dengan hasil diskusi hari ini dan disebarluaskan kepada publik, juga di Indonesia. 

Jika berminat membaca informasi lebih detail tentang penutupan dan proses pendistribusian koleksi Museum Nusantara silakan buka website ini walaupun dalam Bahasa Belanda namun bisa memberi gambaran secara garis besar. 





Comments

Popular posts from this blog

Le Corbusier's Ghetto (and how the Dutch deal with it)

INFILL DEVELOPMENT

RISE AND FALL OF SUGAR INDUSTRY IN INDONESIA