BELAJAR DARI PARIS
Dimuat di Warta Kota, 20 Mei 2009
Jika saya anggota DPR atau pejabat pemerintah di Indonesia, biasanya saya mendapat jatah untuk studi banding ke luar negeri. Anggaplah saya studi banding ke Paris di Prancis, maka inilah kesan-kesan yang akan saya laporkan. Siapa tahu walikota atau gubernur di tempat saya tinggal mendapatkan inspirasi. Bukan luar negeri minded lho, habis jatahnya studi banding ke Paris sih. Studi banding kan jarang-jarang di dalam negeri. Setidaknya jika saya memberi laporan tentang aspek-aspek yang positif dari Paris, apalagi bisa diterapkan di tempat saya tinggal, maka dana APBD yang dipakai untuk membiayai studi banding saya ada manfaatnya bagi semua warga.
Tempat sampah di tempat-tempat umum di Paris sangat simpel dan tentunya relatif murah untuk diproduksi secara massal. Jadi tempat sampah publik tidak usah menyita dana APBD yang besar apalagi jika pemeliharaannya juga menyita banyak tenaga dan biaya pemkot setempat. Cukup plastik seperti ini yang mudah diganti dan resiko kerusakannya juga rendah.
Di samping jalan raya untuk mobil yang hiruk pikuk, disediakan juga jalur untuk jalan kaki, sepeda dan sepatu roda. Ini merupakan komitmen pemkot terhadap lingkungan dan kota yang ramah untuk warganya. Fasilitas bebas mobil ini juga berfungsi sebagai sarana rekreasi. Jika mau dan dianggap penting, pasti bisa diusahakan membuat jalur seperti ini.
Kawasan umum yang bebas kendaraan bermotor sangat penting untuk kenyamanan warga melakukan berbagai aktivitas dan berinteraksi sosial.
Makin langka dan mahalnya lahan di kota-kota besar membuat orang kreatif. Tentunya didorong juga oleh kesadaran tentang pentingnya lingkungan hijau bagi sekitar. Jadi mengapa kita tidak mencoba meniru kebun di dinding seperti apartemen di tengah kota Paris ini? Ramah lingkungan, unik dan banyak lahan tersedia secara vertikal.
Membuat warga sadar sejarah dan identitas mengenai kotanya sendiri sebenarnya relatif mudah dan murah. Tampilkanlah sejarah dan identitas itu di jalan-jalan umum. Mungkin jika warga membaca sejarah nama jalan atau tempat tertentu, rasa memilikinya tumbuh dan ikut bertanggung jawab menjaga kotanya dengan baik.
Kanal di tengah kota yang bersih dan terpelihara menjadi oase yang sejuk, indah dan sehat bagi setiap warga kota. Jakarta mempunyai banyak kanal yang berpotensi besar menjadi sarana transportasi dan rekreasi jika saja kanal-kanal itu bersih dan terpelihara.
Seperti Jakarta, Paris juga punya banyak pengamen. Bedanya, pengamen di Paris mengamen di kawasan-kawasan bebas kendaraan jadi menarik banyak penonton dan aman. Jadi fungsinya hiburan yang murah meriah dan juga mungkin gratis bagi banyak warga.
Siapa bilang di Paris tidak ada gelandangan? Gelandangannya malah punya kasur segala. Yang ini tidak ada yang perlu ditiru. #
Comments