KONTEMPLASI BATIN SEBUAH BANGSA

JP COEN, DAENDELS, VAN HEUTZ DI AMSTERDAM
(Source:  Wikipedia Common)



Rabu, 25 April 2018, di Rijksmuseum Amsterdam diadakan diskusi tentang kolonialisme oleh Stichting Deandels (Yayasan Deandels). Judul acaranya tentang patung-patung dan peninggalan masa kolonial di masa sekarang (Postkoloniale Beeldenstormen) tetapi isi diskusinya kemudian meluas kepada hal-hal terkait lain seperti isu perbudakan, kerja paksa, pengembalian koleksi museum dan tanggung jawab moral sebagai bangsa yang pernah menjadi penjajah. 

Gert Oostindie, Direktur KITLV, memberikan presentasi dan menjadi pembicara utama, didukung oleh tim panel yang terdiri dari profesional di bidang museum, pendidikan dan akademisi. 

Buat saya pribadi, hal yang baru adalah eksisnya Yayasan Daendels. Hebat sekali ya dengan imej Deandels yang begitu buruk dan hitam ternyata ada juga sisi lain yang masih bisa digali dan dipromosikan. Kedua, kesadaran yang muncul dalam diskusi bahwa sebagai negara yang pernah menjajah Belanda memang harus melewati proses kontemplasi batin yang panjang. Proses kontemplasi batin itu direalisasikan melalui banyak sekali diskusi, tulisan, buku, acara televisi, radio, penelitian, pembentukan institusi dan macam-macam lagi. Kalau mau didaftar bisa setiap hari dicatat ada saja acara atau berita yang muncul. 

Kadang-kadang saya membatin sendiri, bagaimana di Indonesia? Apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh bangsa Indonesia di tahun 2018 ini tentang masa penjajahan Belanda (dan Jepang dan negara-negara Eropa lain seperti Portugal, Inggris dan Spanyol)? Sudah melampau evaluasi batin yang tuntas? Sudah tenang dan menerima masa lalu dengan damai? Atau menutup mata, dan membuka lembaran baru saja?

Kontemplasi batin megenai kolonialisme akan indah kalau orang Belanda dan Indonesia duduk sama-sama. 

Popular posts from this blog

REFLECTION ON 2023

RISE AND FALL OF SUGAR INDUSTRY IN INDONESIA

Le Corbusier's Ghetto (and how the Dutch deal with it)